Jumat, 11 Juni 2010

KONSEP WAHDATU AL-WUJUD

Secara bahasa wahdatul wujud berarti: kesatuan wujud, unity of existence. Merupakan paham yang dibawa oleh Muhiddin Ibnu Arabi (560 H/1165 M - 638 H/1240 M). Paham ini merupakan kelanjutan dari paham lainnya yang terdahulu, karena memiliki dasar konsep filosofis yang sama, yaitu teori emanasi dalam proses penciptaan alam. Jika dihubungkan dengan konsep al-Hallaj dan yang lainnya, boleh dikatakan bahwa pemikiran Ibnu Arabi merupakan puncak konsep tasawuf falsafi yang paling sempurna. Perbedaannya adalah bahwa jika al-Hallaj menggunakan istilah lahut, maka diganti oleh Ibnu Arabi dengan istilah al-Haqq, sedangkan nasut diganti dengan istilah al-Khalq.
Sebagaimana uraian Ibnu Arabi dalam kitab-kitabnya, maka yang pertama-tama harus dipahami dalam konsep Wahdatul Wujud ini adalah bahwa pada mulanya keberadaan Tuhan adalah dalam kesendiriannya yang mutlak. Tidak dikenal dan tidak mempunyai sifat. Keadaan ini disebut “’ama”atau “ahadiat” . Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan pula oleh Ibnu Arabi dalam kitab al-futuhat al-Makkiyah, Allah adalah Dzat Yang Awal. Keberadaan yang tidak disebabkan oleh suatu apapun.Tidak ada sesuatupun yang awalbersama-Nya, Dia adal dengan sendiri-Nya, tidak membutuhkan sesuatu apapun selain Dia. Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak berhajat pada alam semesta . Kemudian ia berada dalam keadaan-Nya yang potensialagar dapat terlihat oleh diri-Nya sendiri. Keadaan ini disebut “huwiyyah”. Barulah Ia ingin dikenal dan bertajalli kepada makhluk-Nya dengan menciptakan alam. Keinginan Tuhan untuk dapat melihat dirinya dan agardapat dikenali melalui ciptaan-Nya didasarkan pada Hadits Qudsi: Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal. Maka Kuciptakan makhluk dan merekapun kenal pada-Ku melalui diri-Ku . Dikatakannya juga bahwa adapun yang pertama sekali wujud dari Nur Ilahi ini adalah Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammad. Dari padanyalah terbitnya alam ini .
Selanjutnya, dalam proses penciptaan alam semesta ini, sebagaimana dijelaskan Ibnu Arabi dalam Kitab Fusus al-Hikam, melalui tahapan-tahapan yang bisa disimpulkan sebagai berikut:
a. Wujud Tuhan sebagai Wujud Mutlak, yaitu Dzat yang mandiri tanpa disebabkan/ berhajat wujud-Nya kepada sesuatu apapun.
b. Wujud al-Haqiqah al-Muhammad, sebagai emanasi pertama dari Wujud Tuhan, dan dari padanya melimpah wujud-wujud lainnya.
c. Wujud al-‘ayan al-Sabitah (wujud yang ada pada ilmu Tuhan) yang disebut ‘Alam Ma’ani.
d. Realitas-realitas ruhaniah (wujud-wujud ruhani) yang disebut alam arwah.
e. Realitas-realitas an-Nafsityah (wujud-wujud jiwa) yang disebut alam al-Nafs al-Natiqah.
f. Wujud-wujud jasad materi yang disebut dengan ‘Alam al-Misal.
g. Wujud-wujud jasad bermateri yang disebut dengan ‘alam al-Jism al-Madliyah atau ‘Alam al-Syahadah atau ‘Alam al-Hissi .
Secara lebih jelas lihat skema V.
Dari uraian di atas, maka bisa dikatakan bahwa Muhammad SAW adalah prototype alam semesta dan manusia, bahwa Nur Muhammad merupakan cermin alam secara keseluruhan yang masing-masing dapat melihat yang lain. Nur Muhammad merupakan sesuatu yang memancar dari Tuhan sebagai cerminan kesempurnaan-Nya sehingga Ia dapat menampakkan diri . Itulah sebabnya esensi alam ini adalah Tuhan, sedanglahirnya berupa materi hanyalah bayang-bayang, yang sebenarnya tidak ada. Ibnu Arabi menyatakan, sesungguhnya para muqarrabin telah menetapkan bahwa tidak ada wujud yang sesungguhnya dalam alam ini, melainkan Allah. Dan kita meskipun ada, sesungguhnya adanya adalah dengan Dia. Sesuatu yang tergantung wujudnya pada-Nya, sebenarnya sesuatu itu dihukumkan tidak ada. Jadi, adanya makhluk hanyalah bayang-bayang bagi yang punya bayang-bayang dan merupakan gambar dalam cermin dimana wujud yang
diluar cermin jualah yang sebenarnya ada. Oleh karena itu makhluk seluruhnya hanyalah bayang-bayang belaka.
Pendapatnya ini tampak dalam sya’irnya:
Wujud yang hakiki hanyalah wujud Allah, sedangkan wujud makhluk hanyalah bayag-bayang dari yang punya bayag-bayang (Tuhan) atau gambaran dari kaca yang mengaca.
Maka makhluk adalah baying-bayang sedangkan al-Haqq adalah Yang Maha Suci dan makhluk adalah tiruan .

Lebih jauh dikatakan oleh Ibnu Arabi:
Wajah sebenarnya satu, tetapi jika engkau perbanyak cermin, ia menjadi banyak

Senada dengan hal ini adalah ucapan Parmenides
Yang ada itu satu, yangbanyak itu tak ada. Yang kelihatan banyak dengan panca indera adalah ilusi .

Dikatakan juga oleh Ibnu Arabi:
Wahai Pencipta segala sesuatu dalam diri-Mu. Pada-Mu terhimpun segala yang Engkau jadikan. Engkau ciptakan apapun yang ada dengan tak terbatas dalam diri-Mu. Sebab Engkau adalah yang unik meliputi seluruhnya .

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa teori emanasi dalam proses penciptaan alam telah mengisi dan mendasari system pemikiran Ibnu Arabi, yang menjelaskan bahwa alam ini bersumber dari yang satu, Tuhan. Dalam hal ini nampaknya Ibnu Arabi berusaha menolak adanya teori filsafat yang mengatakan bahwa alam ini berasal dari tiada kepada ada (creatio ex nihilo) sebagaimana pendapat Gorgias. Lebih lanjut, dikatakan oleh Ibnu Arabi, bahwa tidak ada wujud kecuali wujud yang satu (Tuhan). Dengan kata lain tidaklah alam ini dalam bentuknya yang beraneka ragam ini melainkan manifestasi wujud Allah Ta’ala. Dan manifestasi yang paling sempurna adalah Nur Muhammad yang merupakan wujud pertama yang kemudian tercermin sebagai wujud manusia, sebagai Nabi Muhammad yang merupakan Insan Kamil. .
Menurut Ibnu Arabi, manusia harus bisa mencapai derajat Insan Kamil yang merupakan wujud dasarnya. Hal ini bisa dilakukan melalui jalan sebagai berikut:
a. Fana’, yaitu sirna di dalam wujud Tuhan sehingga sang sufi menjadi satu dengan-Nya.
b. Baqa’, yaitu kelanjutan wujud bersama Tuhan sehingga dalam padanya, wujud Tuhanlah pada kesegalaan ini .
Dengan kata lain, seorang sufi bisa mencapai derajat Insan Kamil (sebagai hakekat diri yang sebenarnya) jika benar-benar telah membersihkan dirinya, sehingga yang nampak dalam dirinya adalah aspek al-Haqqnya. Di sini ia telah merasa keluar dari aspek al-Khalqnya. Dalam keadaan demikian ia dapat menjadi penampakan lahir asma Allah SWT, af’al (perbuatan) Allah SWT, dan sifat Allah SWT, bahkan lebih jauh lagi, akan menjadi nampakan lahir wujud Allah SWT .
Namun dalam kenyataan ini, Prof. HA. Rivay Siregar menegaskan bahwa yang dimaksud penyatuan adalah suatu keadaan “bangunnya”jiwa particular serta sadar akan penyatuan yang pada hakekatnya telah ada diantara jiwa particular dengan jiwa universal itu. Sehingga tujuan akhir dari pengalaman mistis dan sasaran akhir dari usaha-usahanya bukanlah untuk menjadi satu dengan Tuhan – karena ia benar-benar telah bersatu, tetapi adalah untuk menyadari makna penyatuan itu. Dari penegasan ini terlihat bahwa manusia tidak pernah menjadi Tuhan dan tidak ada manusia Tuhan. Dengan demikian, maka pengetahuan sufi yang diperoleh melalui pengahayatan esoteris, bukanlah dimaksudkan dalam pengertian riil, tetapi muncul langsung dari jiwa particular itu sendiri . Di sinilah dipahami bahwa Wahdatul Wujud bukanlah penyatuan dalam arti riil/jasmaniah atau universal, tapi particular semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar