Selasa, 27 Juli 2010

KONSEP JIWA

KONSEPSI JIWA DALAM ISLAM
(Kajian atas Teori Muhammad Usman Najati dan Adnan Syarif)
Oleh: Nashruddin Hilmi, M.Pd.I.



A. PENDAHULUAN
Psikologi berusaha menelaah gejala-gejala jiwa manusia melalui pola perilaku yang muncul. Perilaku yang positif mencerminkan jiwa yang sehat, sementara perilaku negatif mencerminkan jiwa yang sebaliknya, negatif. Pola perilaku yang muncul merupakan sesuatu yang menarik untuk dikaji karena menjadi dasar utama dalam mengkaji gejala-gejala kejiwaan yang ada. Namun yang tidak kalah menariknya adalah kajian tentang hakekat jiwa itu sendiri.
Banyak sekali konsepsi jiwa yang dikemukakan oleh para ahli. Namun tidak banyak yang berusaha untuk mengkaji konsepsi jiwa dalam perspektif Islam yang bersumber al-Qur’an dan as-Sunnah. Padahal, sebagai sumber ajaran agama yang memiliki nilai-nilai luhur dan transenden, Islam memiliki konsepsi jiwa yang sangat menarik dan bahkan sebagai umat Islam akan mengakuinya sebagai sebuah kebenaran hakiki.
Namun yang menjadi permasalahan adalah bahwa dalam al-Qur’an sendiri, istilah-istilah yang tersurat maupun tersirat tentang aspek psikis memerlukan sebuah kajian intens dan mendalam agar mampu membedakan berbagai istilah yang ada. Dalam al-Qur’an disebutkan istilah an-nafs, al-qalb, al-‘aql,dan ar-ruh. Istilah-istilah ini sering disebutkan dalam al-Qur’an dan harus menjadi perhatian guna membentuk pribadi yang lurus dan konsisten (baik).
Kajian tentang istilah-istilah tersebut sangat penting agar kita mampu mengkaji sesuatu yang menjadi sumber (sebab) munculnya berbagai perilaku manusia. Sumber inilah yang harus dikuasai pemahamannya agar mampu ditata dan dikendalikan dengan baik guna mendapatkan pribadi yang mendekati insan kamil sebagaimana harapan agar mampu mencontoh pribadi Rasulullah SAW.
Kajian singkat ini berusaha menemukan benang merah antara pendapat Muhammad Usman Najatid an Adnan Syarif. Kajian ini menjadi menarik karena keduanya memiliki perspektif yang berbeda. Perlu adanya sebuah diskusi guna mendapatkan satu pemahaman alternatif yang diharapkan mampu menjembatani keduanya.


B. TELAAH TEORITIS
Meskipun berdasar pada satu ajaran, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, para ahli berbeda pendapat dalam memandang jiwa manusia. Diantara para ahli yang mengemukakan pendapatnya adalah Muhammad Usman Najati dan Adnan Syarif.

1. Jiwa Sebagai Sebuah Dorongan
Muhammad Usman Najati dalam al-Qur’an dan Psikologi mengemukakan bahwa jiwa merupakan dorongan-dorongan yang menjadikan manusia bisa beraktifitas. Dorongan-dorongan ini mempengaruhi setiap gerak perilaku manusia.
Dalam al-qur’an dorongan-dorongan tingkah laku itu diantaranya adalah:
Dorongan Fisiologis
- Dorongan menjaga diri
Dorongan ini berfungsi untuk menjaga diri, misalnya: makan, minum, berpakaian, lelah, panas, dingin, rasa sakit, dan bernafas

7. Yang Telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh)mu seimbang, (al-Infithar: 7)

155. Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (al-Baqarah: 155)

- Dorongan kelestarian keturunan
Manusia dilengkapi dengan dorongan untuk mempertahankan kelestarian keturunannya melalui dua dorongan:
a. Dorongan seksual

189. Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur". (al-A’raf: 189)

b. Dorongan keibuan (maternal drive)
10. Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa[1114]. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak kami teguhkan hati- nya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). (al-Qashash: 10)

[1114] setelah ibu Musa menghanyutkan Musa di sungai Nil, Maka timbullah penyesalan dan kesangsian hatinya lantaran kekhawatiran atas keselamatan Musa bahkan hampir-hampir ia berteriak meminta tolong kepada orang untuk mengambil anaknya itu kembali, yang akan mengakibatkan terbukanya rahasia bahwa Musa adalah anaknya sendiri.

Dorongan Psikis dan Spiritual
- Dorongan psikis
Psikolog modern menamakan juga dorongan psikososia. Di satu sisi individu memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhan individu, namun di sisi lain ia hidup di tengah-tengah individu-individu secara sosial. Misalnya, rasa memiliki, penghargaan, kehormatan, berkelompok, rasa memusuhi, berkompetisi, dan lain-lain.
20. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (al-Hadid: 20)

148. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al-Baqarah: 148)

- Dorongan spiritual
Dorongan yang berhubungan dengan aspek spiritual, seperti beragama, taqwa, cinta kebajikan, kebenaran dan keadilan.
Sebagaimana hadits Rosululloh SAW:
Semua anak dilahirkan membawa (potensi) fitrah keberagamaan yang benar....

Dorongan bawah sadar
Merupakan dorongan yang tidak bisa diterima baik oleh norma, akal, maupun nurani yang seringkali menimbulkan kegelisahan akibat dorongan itu dijauhkan dari wilayah perasaan dan kesadarannya. Dorongan ini bisa muncul sewaktu-waktu atau tetap menjadi rahasia individu dimana Allah SWT menutupinya atau membukanya.
29. Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka ?
30. Dan kalau kami kehendaki, niscaya kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan-perbuatan kamu. (Muhammad: 29-30)

Konflik antar dorongan
Konflik terjadi manakala ada dua dorongan atau lebih yang saling bertentangan. Terkadang salah satu mengalahkan yang lain, terkadang individu tidak mampu menentukan sehingga menimbulkan keraguan dalam jiwa.
45. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari Kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, Karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya. (at-Taubah: 45)

10. Dan kami Telah menunjukkan kepadanya dua jalan[1578], (al-Balad: 10)

[1578] yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan.


Mengendalikan dorongan
Dorongan-dorongan yang muncul bisa menjadi sesuatu yang positif, sebaliknya pula bisa menjadi negatif bila berlebihan. Kemampuan untuk mengendalikan dorongan inilah yang akan menyelamatkan manusia dari kerusakan kehidupannya. Pengendalian ini misalnya, makan, minum, berpakaian, seksual, eksplorasi alam, sikap hidup, dan sebagainya.
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang Telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (al-Maidah: 87)

Penyimpangan dorongan
Dorongan merupakan hal yang harus ada dalam kehidupan individu. Namun manakala dorongan itu tidak mampu dikendalikan, bahkan tenggelam dalam pemenuhan dorongan, dan justru menjadikannya sebagai tujuan, maka indovidu telah berada dalam kekuasaan dorongannya sendiri. Individu tersebut tidak mampu lagi mengendalikan dorongannya bahkan tenggelam di dalamnya.
29. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya[852] Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (al-Isra’: 29)
[852] Maksudnya: jangan kamu terlalu kikir, dan jangan pula terlalu Pemurah.


2. Darah adalah Jiwa/Nafs
Adnan Syarif dalam Psikologi Qur’ani menjelaskan bahwa nafs memiliki tiga pengertian:
a) Nafs adalah Dzat Allah
12. Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi." Katakanlah: "Kepunyaan Allah." dia Telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang[462]. dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman[463]. (al-An’am: 12)
[462] Maksudnya: Allah Telah berjanji sebagai kemurahan-Nya akan melimpahkan rahmat kepada mahluk-Nya.
[463] Maksudnya: orang-orang yang tidak menggunakan akal-fikirannya, tidak mau beriman.

Jika demikian, maka tidak ada hak bagi kita untuk mempelajari nafs ini. Dzat Allah SWT adalah sesuatu yang transenden dan tidak bisa kita pikirkan.

b) Nafs adalah ruh
27. Hai jiwa yang tenang.
28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. (al-Fajr: 27-28)

Jika demikian, kita tidak bisa pula membahas nafs dalam arti ruh ini.
85. Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (al-Isra’: 85)

c) Nafs adalah Makhluk yang Memiliki Karakter
Dengan demikian memiliki ciri-ciri:
1) Sebagai makhluk maka ia juga berwujud dan pasti mengalami kehancuran.

185. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia Telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (ali Imran: 185)

2) Sebagai makhluk yang memiliki sifat dzalim (aniaya).
23. Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami Telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya Pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (al-A’raf: 23)

3) Sebagai makhluk yang mengajak kepada kejahatan namun juga bisa mendapatkan rahmat-Nya..
53. Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang. (Yusuf: 53)

4) Sebagai makhluk yang memiliki sifat merendah dan takut
205. Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. (al-A’raf: 205)

Dari uraian tentang pengertian nafs sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an, Adnan Syarif menyimpulkan bahwa medan kajian psikologi (jiwa) tidak berada pada pengertian pertama dan kedua, melainkan pada pengertian yang ke tiga, yaitu makhluk yang memiliki eksistensi yang istimewa dan khusus. Dalam hal ini adalah darah.
Kesimpulan ini didasarkan pada beberapa kamus bahasa arab yang mengartikan nafs sebagai darah. Istilah imro’atun nufasaa’ yang berarti wanita yang baru melahirkan. Juga didasarkan kepada sebuah hadits Rosululloh SAW:
“Sesuatu yang tidak memiliki darah (an-nafs as-sa’ilah) itu tidak akan mengotori air jika ia mati di dalamnya. Sebaliknya, segala sesuatu yang memiliki darah (an-nafs as-sa’ilah), jika mati di dalam bejana akan mengotorinya” (HR. An-Nakh’iy)

Sejak pertengahan abad 20, para ilmuwan kimia organik, secara berturut-turut, telah menemukan bahwa setiap kekuatan akal, emosi, dan perilaku (gejala psikologis, kejiwaan, dan pikiran) tidak lain merupakan hasil berbagai intervensi dan pengaruh yang bersifat fisikal melalui sejumlah materi biokimiawi. Materi biokimiawi itu kemudian disaring oleh seluruh sel yang ada dan masuk semuanya ke dalam darah atau pembuluh-pembuluh darah.
Sejak permulaan tahun 60-an, ilmu pengetahuan telah menemukan ratusan materi kimiawi di dalam maupun di luar tubuh. Semuanya berperan dalam memunculkan berbagai gejala dan penyakit kejiwaan; semuanya mengalir, mewujud, atau merasuk ke dalam darah. Pertanyaannya adalah, apakah agar memiliki jiwa yang sehat bisa dilakukan dengan cara membersihkan atau mengubah darah?
Tidaklah mudah untuk melakukan hal tersebut. Materi-materi kimiawi yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala kejiwaan disaring oleh kelenjar buntu dan berbagai macam pusat saraf yang mengalirkan materi-materi ini di dalam darah. Dengan demikian, darah merupakan tempat menetap dan menyimpan ratusan materi kimiawi yang dihasilkan dari berbagai macam bagian tubuh seperti alat pencernaan, kelenjar buntu, sel-sel syaraf yang tersebar di berbagai anggota tubuh dan otak.

Hubungan Jiwa dengan Tubuh, Akal, dan Ruh
Jiwa bukanlah jasad. Jasad, tubuh, atau badan adalah tempat jiwa (darah). Darah yang mengekspresikan segala pengaruh, gejala dan perilaku manusia. Otak yang mampu berpikir dan berakal merupakan alat untuk berpikir. Akallah yang harus menjadi panutan dan penguasa atas jiwa dan gerak-geriknya. Jika tidak, akal akan dikendalikan oleh jiwa (hawa nafsu).
Sementara ruh (nyawa), yang merupakan sesuatu yang menjadi urusan Allah SWT, dan makhluk ciptaan-Nya yang hanya memiliki eksistensi ruhaniah semata serta merupakan salah satu rahasia Allah SWT, adalah “alat kehidupan” bagi setiap makhluk. Jika akal tidak mampu mengendalikan nafsu (jiwa), jasad tidak akan tenang dan mempengaruhi pula ketenangan ruh ini.


C. DISKUSI
Dari uraian kedua pendapat di atas, Najati lebih menekankan bahwa jiwa merupakan sesuatu yang abstrak (psikis) yaitu sebuah tenaga/dorongan, sedangkan Adnan Syarif berusaha memberikan pengertian yang lebih kongkrit dengan mengatakan bahwa jiwa adalah sesuatu yang nampak (pisis) yaitu darah. Namun demikian, penggunaan istilah biokimiawi sebagai unsur yang mempengaruhi darah tetap saja membawa pada sesuatu yang sulit diamati oleh inderawi biasa (mendekati abstrak) dan cenderung psikis pula. Namun, Adnan Syarif nampaknya lebih berusaha agar permasalahan kejiwaan ini bisa didekati secara fisiologis sebagai salah satu alternatif dalam pemecahan masalah-masalah psikis. Di sini, Adnan syarif berusaha melegitimasi adanya langkah-langkah fisiologis (pengobatan fisik) dalam mengatasi permasalahan kejiwaan. Langkah penanganan yang seperti ini biasanya dilakukan oleh seorang Psikiater yang tidak saja menguasai masalah-masalah psikologis, tapi juga masalah-masalah pengobatan fisik (kedokteran).
Najati dalam memberikan alternatif guna mengatasi permasalahan kejiwaan lebih menekankan pada kemampuan akal agar tidak terbawa oleh arus dorongan-dorongan yang tidak terkendali. Sedangkan Adnan Syarif menambahkan bahwa tidak sekedar akal guna mengatasi permasalahan kejiwaan, namun ada hal-hal fisiologis (biokimiawi) yang harus pula mendapatkan perhatian. Namun yang menjadi permasalahan berikutnya adalah bahwa keduanya mengabaikan aspek al-Qalb. Padahal dalam al-Qur’an, al-Qalb juga merupakan istilah yang tidak bisa diabaikan sebagai salah satu unsur psikologis yang membentuk perilaku manusia.

Al-Qalb dalam al-Qur’an
1) al-Qalb itu di dalam dada (ash-Shadr)

125. Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (al-An’am: 125)

[503] disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat.

Sebuah kata mutiara mengatakan bahwa ilmu itu di dada (ash-shadr), bukan di buku tulis (ash-shutr)

2) al-Qalb membutuhkan petunjuk dan bisa dirubah (pasif).
11. Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (at-Taghabun: 11)

110. Dan (begitu pula) kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (al-An’am: 110)


3) al-Qalb bisa terkena penyakit dan bisa bersikap kasar
52. Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,
53. Agar dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (al-Hajj: 52-53)

4) al-Qalb bisa dibentuk melalui pembiasaan terus menerus

12. Dan tidak ada yang mendustakan hari pembalasan itu melainkan setiap orang yang melampaui batas lagi berdosa,
13. Yang apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat kami, ia berkata: "Itu adalah dongengan orang-orang yang dahulu"
14. Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.
15. Sekali-kali tidak[1563], Sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka. (al-Muthoffifin: 12-15)
[1563] Maksudnya: sekali-kali tidak seperti apa yang mereka katakan bahwa mereka dekat pada sisi Allah.


5) al-Qalb bisa membeku dan mati (tidak bisa dirubah)
100. Dan apakah belum jelas bagi orang-orang yang mempusakai suatu negeri sesudah (lenyap) penduduknya, bahwa kalau kami menghendaki tentu kami azab mereka Karena dosa-dosanya; dan kami kunci mati hati mereka sehingga mereka tidak dapat mendengar (pelajaran lagi)? (al-A’raaf: 100)


6) al-Qalb bisa tenang dengan senantiasa mengingat Allah SWT
28. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (ar-Ra’du: 28)


7) al-Qalb bisa menjadi sumber ketaqwaan jika senantiasa diajak oleh badan untuk beribadah
32. Demikianlah (perintah Allah). dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah[990], Maka Sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (al-Hajj: 32)

[990] Syi'ar Allah ialah: segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadat haji dan tempat-tempat mengerjakannya.


Fungsi al-Qalb secara Fisiologis
Secara fisik, hati berbentuk gumpalan darah yang letaknya menempel pada organ tubuh lain.
“aku halalkan dua bangkai dan dua darah: bangkai ikan dan belalang, serta hati dan limpa”

Darah yang menempel/menggantung dalam al-Qur’an disebut juga ‘alaq.
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (al-‘Alaq: 2)

14. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (al-Mu’minun: 14)

Hati merupakan organ yang berfungsi merombak sel darah merah yang telah berumur 120 hari. Ini penting dilakukan agar sel darah merah tetap berada pada kondisi baik. Sel darah merah berfungsi mengangkut O2 ke dalam tubuh dan mengeluarkan CO2 dari dalam tubuh. Hati yang tidak berfungsi dengan baik tidak akan bisa merombak sel-sel darah merah yang sudah udzur umurnya. Fungsi sebagai pemasok O2 tidak berfungsi dengan baik, sebaliknya fungsi pengangkut CO2 ke luar tubuh juga tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya, tubuh tidak akan mendapatkan O2 secara optimal. Padahal O2 ini sangat dibutuhkan oleh tubuh dengan kualitas yang terbaik. Di sisi lain, CO2 yang beracun akan menumpuk di dalam darah.
Sel darah merah yang sudah dirombak oleh hati akan mengalir ke empedu yang salah satu fungsinya adalah sebagai dzat yang membantu dalam pencernaan makanan di dalam usus halus. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa kualitas sari pati makanan yang diserap oleh tubuh juga ditentukan oleh kualitas hati sebagai organ yang memproduksi zat yang berguna dalam proses pencernaan makanan.
Dengan demikian, hati memiliki peran penting dalam menentukan kualitas darah dan tubuh manusia. Dari fungsi ini nampak sekali adanya logika ilmiah bahwa hati telah berfungsi sejak pertama kali manusia berwujud karena menjadi salah satu organ terpenting dalam menentukan kualitas dan sirkulasi darah serta kualitas pertumbuhan tubuh manusia itu sendiri.
Jika Adnan Syarif mengatakan bahwa kondisi darah menentukan sikap dan perilaku manusia, maka hati menjadi unsur terpenting dalam turut menentukan kualitas darah baik secara fisiologis maupun psikologis. Meskipun tidak sepenuhnya bahwa ketika seseorang mengalami gangguan kejiwaan, maka mengganti hati atau menyembuhkan hati secara medis bisa menjadi alternatif penyembuhan jiwa manusia. Karena, sebagaimana diuraikan oleh Adnan Syarif, bahwa sirkulasi darah tidak saja dipengaruhi hati, tapi juga oleh organ-organ lainnya. Pun pula bahwa hati juga menjadi penentu kualitas pertumbuhan tubuh manusia.

Hubungan antara Jasad, Nafs, Ruh, Aql dengan Qalb
Keterkaitan antara jasad, nafs, ruh, dan aql telah diuraikan di atas. Sedangkan jika dikaitkan dengan fungsi qalb, maka qalb menempati posisi yang sangat penting dalam menentukan kualitas nafs (darah) dan pertumbuhan jasad. Aql menjadi bagian yang senantiasa melakukan evaluasi, memberikan konklusi, dan solusi dalam menghadapi berbagai permasalahan yang muncul. Aql membuat keputusan yang menjadi perintah bagi seluruh anggota tubuh agar melaksanakannya. Aql yang tidak mampu menemukan keputusan secara tepat akan memberikan perintah yang tidak tepat pula. Aql yang tidak mampu membimbing seluruh aspek individu ke arah yang tepat (fitri) akan menimbulkan masalah ketidakharmonisan. Di satu sisi, bagian-bagian yang ada (ruh, qalb, dan jasad – maupun aql sendiri) memiliki potensi fitri. Namun di sisi lain, jika aql menyimpang dari jalur fitri ini, yang timbul adalah ketidakharmonisan dan dis-sinkronisasi gerak dan arah antara gerak aql dengan qalb, ruh, dan nafs dan jasad. Bahkan bisa terjadi distinegrasi sampai pada taraf malfungsi pada tiap-tiap bagian yang ada tersebut.
Bagi qalb, aql yang tidak mampu membuat keputusan secara tepat dan fitri, akan menimbulkan ketidaksesuaian arah. Situasi qalb menjadi tidak stabil. Pertentangan dan pemberontakan terjadi. Hal ini menyebabkan kerja qalb terganggu. Gangguan ini bisa berimbas baik secara fisik maupun psikis. Fungsi qalb secara fisik akan terganggu dan mengacaukan kondisi nafs serta pertumbuhan fisik. Menimbulkan berbagai macam penyakit dan disfungsi anggota tubuh. Artinya, jasad dalam arti keseluruhan badan akan mengalami gangguan.
Bagaimana dengan ruh? Tentu saja ruh akan mengalami hal yang sama. Menempati tempat yang kurang harmonis dan tenggelam pada dimensi-dimensi serta permasalahan insaniyah (nasut) berakibat ruh akan terjebak di dalamnya. Ruh yang demikian, tidak akan bisa mencapai dimensi ketuhanan (lahut). Ruh yang terjebak, ruh yang terkungkung dan tenggelam di dalam dimensi nasut. Jika terus-menerus berada dalam kondisi seperti ini, ruh menjadi kotor, terjerembah, bahkan bisa tertolak. Ruh yang tidak mampu kembali dan menemukan asal dirinya. Padahal ruh adalah dimensi ketuhanan yang melekat pada setiap individu. Ruh adalah Sifat Qowiyyun yang memancar dari-Nya dan menjadi sumber kekuatan setiap makhluk hidup. Jika dimensi ketuhanan ini mengalami pencemaran oleh ulah aql manusia, maka manusia ini berarti bertentangan dengan Tuhannya.

Aql: Kunci Seluruh Aktifitas
Aql adalah anugerah Allah SWT yang luar biasa bagi manusia. Kemampuannya yang melebihi makhluk lain menjadi kunci progresifitas kehidupan umat manusia. Kemampuannya yang luar biasa telah mampu menyerap Ilmu Allah SWT. Meskipun sangat sedikit, namun ilmu itu telah membawa pada peradaban yang luar biasa dalam kehidupan umat manusia. Aql adalah kunci gerak hidup umat manusia.
Aql adalah kunci awal sebuah aktifitas yang akan sambung menyambung dengan aktifitas lain sebagai sebuah rangkaian sebab akibat. Namun, aql pula yang bisa menjadi kunci penghambat bahkan penghalang rentetan sebab akibat itu. Sebuah keputusan aql di sebuah awal gerak langkah manusia akan menjadi kunci awal pembuka aktifitas qalb, nafs, jasad, dan ruh dalam seorang individu. Keputusan aql yang salah (bertentangan dengan fitrah) pada awal sebuah langkah individu dalam menghadapi masalah (fenomena), akan berakibat ketidakharmonisan gerak qalb, nafs, jasad, dan ruh individu tersebut. Ketidakharmonisan segenap dimensi ini akan kembali mempengaruhi keputusan aql pada permasalahan berikutnya yang menjadi akibat permasalahan (fenomena) awal tadi. Begitu akan terjadi seterusnya sebagai sebuah rangkaian sebab akibat. Jika aql sepanjang hidup tidak mampu mengambil keputusan secara tepat dan mandiri, maka rangkaian permasalahan sebagai sebuah sebab akibat akan berlangsung selamanya, sepanjang hidup individu tersebut. Jika ternyata awalnya sudah salah, makan akan muncul rentetan kesalahan-kesalahan di masa-masa berikutnya. Namun jika benar, maka akan muncul rentetan kebenarab-kebenaran di masa-masa berikutnya.Namun, jika aql pada suatu saat mampu mengambil keputusan secara tepat dan mandiri tanpa terpengaruh oleh situasi dan kondisi qalb, jasad, nafs, dan ruh, maka bisa jadi rentetan sebab akibat itu akan berhenti. Babak baru yang tidak terpengaruh oleh kondisi sebelumnya akan dimulai lagi.
Aql dipengaruhi oleh keluasan dan kedalaman dalam memahami informasi yang ada. Semua informasi ini akan menjadi bekal guna diolah menjadi sebuah keputusan yang tepat. Namun, aql juga dipengaruhi oleh situasi dan kondisi qalb, nafs, jasad, dan ruh individu. Suatu kondisi yang dialami oleh qalb, nafs, jasad, dan ruh, bisa jadi tidak berasal dari hasil keputusan aqlnya sendiri. Misalnya, badan yang terpukul. Kondisi ini bukanlah disebabkan oleh aktifitas aqlnya sendiri. Namun sebaliknya, aliran nafs yang kacau akibat pukulan, berimbas pada kondisi qalb, menciptakan sistim situasi yang kacau akibat kondisi ini tidak sesuai dengan fitrah. Sistim situasi yang kacau akan mempengaruhi aql. Aql yang sudah terpengaruh oleh kondisi negatif tersebut akan mengambil keputusan berdasarkan situasi yang diterimanya, yaitu keputusan negatif, dan akan terus menjadi sebuah sebab akibat.



D. SIMPULAN
Ruh yang tenang adalah ruh yang senantiasa berada dan terpelihara dalam dimensi lahut (ilahiyah). Karena pada hakekatnya ruh adalah bagian dari Allah SWT. Ruh yang demikian berada pada individu yang mampu membebaskan diri dari sifat-sifat nasut (insaniyah-jasadiyah). Memiliki konsepsi hidup yang tenang dan mengarah hanya kepada Yang Transenden.
Konsepsi hidup yang tenang dan transenden tidak bisa dilepaskan dari ketenangan hati yang berpengaruh kepada kesehatan nafs (sirkulasi darah) yang baik dan bersih serta sistim pencernaan yang baik.
Ketenangan qalb ditentukan oleh kemampuan aql untuk bisa mengolah, mengatur, mengambil keputusan, mengevaluasi segala tindakan secara tepat dan baik. Kemampuan ini didasarkan pada keluasan ilmu pengetahuan, pengalaman hidup, serta kebijakaksanaan dalam mengambil langkah. Aql yang “sempit” tidak akan mampu mengambil keputusan secara tepat sesuai dengan logika dan fakta yang ada. Inilah yang disebut bertentangan dengan Yang Transenden. Ketidakmampuan ini akan mempengaruhi kinerja qalb sehingga mempengaruhi kinerja organ tubuh dan syaraf-syaraf pikir yang ada. Dengan demikian, antara ruh, jasad, nafs, qalb dan aql memiliki keterkaitan yang sangat erat. Ketika kesemuanya secara serasi menuju memiliki keterkaitan yang sangat erat. Ketika kesemuanya secara serasi menuju ke Yang Transenden, maka keharmonisan individu akan tercermin sebagai individu yang paripurna.





==========000Bilaurain000=========