Minggu, 23 Mei 2010

BALADA ANAK NEGERI II

Pagi itu …
Seorang anak berlarian ke sana kemari
berteriak, bersorak, memanggil-manggil teman-temannya
tangannya terkepal, menyembul tiang kecil berhias sang merah putih,
berkibar-kibar menentang angin kepagian,
berkibar-kibar berkilau diterpa sinar mentari keperakan
Merdeka!! Merdeka!! teriaknya!

Pagi itu …
Anak itu berlarian diterpa sinar mentari keperakan menentang embun kepagian
hatinya berbuncah penuh bahagia.
Semalam bapaknya bercerita, negeri ini telah merdeka.
Semalam bapaknya berbagi asa, hidup kan tiada lagi menderita.
Semalam bapaknya membelainya, “engkaulah masa depan bangsa”.

Pagi itu …
Anak itu masih merasakan belai bapaknya, masih merasakan asa bapaknya,
meski tiada jelas baginya, apa makna kata merdeka.

Pagi itu …
enam puluh tiga tahun kemudian …
Seorang anak berlarian ke sana kemari
Tangan mungilnya terkulai, genggaman tangannya terurai,
tiang kecil berhias merah putih, hampir luruh menyentuh bumi pertiwi.

Pagi itu …
Anak itu masih berlari ke sana kemari,
terus berlarian ke sana kemari,
dan terus berlarian ke sama kemari.
hatinya gundah, bingung, sedih tiada terperi.
Jerit di mulutnya sudah sepi, karena bibirnya pecah berdarah-darah
suaranyapun sirna, ditelan hiruk pikuk tingkah polah angkara
Air mata di pipinya sudah menepi, karena dakinya berebut menempel berdesak-desak
rona wajahnyapun sirna, ditelan duka pilu merana

Pagi itu …
Anak itu masih terus berlari ke sana kemari,
Lelah akhirnya bersimpuh, bersujud mencium tanah ibu pertiwi
sambil bersusah payah mengangkat tangan mungilnya, mengepalkan jemarinya,
berteriak… memekik… namun akhirnya hanya bisa berbisik, “merdeka”
demi cerita bapaknya dari bapaknya, bahwa merdeka masih di tangannya
demi asa bapaknya dari bapaknya, bahwa bahagia pasti kan teraih juga.
demi kehormatan bangsanya, merah putih harus tetap tegar mengangkasa.
Anak itu, pewaris sejati pahlawan bangsa.

El-Halimy
01.15 ---- 17 Agustus 2008
Mojokerto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar